Seni Pertunjukan di Aceh

Semarang Explore Seni Budaya Di Gala Dinner Rakernas Apeksi

Dua kejadian yang terjadi selama saya melakukan penelitian lapangan (2015-2016) menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi para praktisi seni pertunjukan di Aceh. Yang pertama melibatkan sepasang penari warisan India dari lawan jenis yang tampil dalam jarak fisik yang dekat di atas panggung pada festival seni yang disponsori kota.

Kesenian aceh merupakan bagian integral dari identitas masyarakat Aceh yang meliputi fungsi budaya, sosial, dan politik. Ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kondisi penindasan pada masa kolonial dan seterusnya.

Sejarah

“Kesenian dan budaya Aceh adalah kebangkrutan yang dikutip sebagai pelestarian nilai-nilai kesejahteraan masyarakat dan berdasarkan kabupaten/kota tersebut,” kata pemimpin festival ini, Masykur Syahiddin. “Kesenian tersebut adalah sebuah kegiatan untuk menghadapi kembali kesenian dan budaya Aceh Barat yang masih aktif sampai saat penyelidikan covid-19 ini.”

Kersenian tradisional khas Aceh berfungsi sebagai tarian ritual adat dan pertunjukan hiburan yang dibawakan oleh sepuluh kelompok orang-orang terbesar di Kabupaten Aceh Tamiang. Tarian ini tersebut mengikuti alat-alat musik, biola, rebana, telempong, dan canang.

Saat ini, iklim sosio-religius dan politik di Aceh memerlukan penekanan pada peran musik dan tari sebagai praktik budaya, bukan keagamaan. Meski demikian, syirat dan agama Islam tetap mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap musik dan tari Aceh. Selain itu, sejumlah besar seni tradisional, seperti tenun dan ukiran kayu, masih dipraktikkan di Aceh. Namun, bentuk seni ini sedang mengalami perubahan signifikan seiring dengan adaptasi terhadap dunia modern. Hal ini terutama terlihat pada perubahan gaya kesenian.

Musik

The musical tradition of kesenian Aceh is based on a mixture of West and East Asian music. The Saleum Group combines the elements of unsur-unsur musik Barat dan tradisi musik timur (Islam).

Latihan rutin dilaksanakan dua kali seminggu di sebuah lorong besar. Anggota perempuan dan laki-laki berlatih secara terpisah. Anggota senior mengajar siswa yang lebih muda. Dalam satu sesi yang saya ikuti, para perempuan membentuk dua barisan saling berhadapan untuk berlatih ratoeh duek. Mereka diawasi oleh empat wanita lanjut usia yang memastikan mereka melakukan gerakan dengan benar.

Beberapa anggota sanggar Rampoe menceritakan kepada saya bahwa sejak bergabung dengan kelompok tersebut, praktik keagamaan mereka semakin kuat. Beberapa di antara mereka sudah mulai rutin berjilbab, bahkan ada pula yang mulai melaksanakan salat di luar waktu latihan rutinnya. Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana musik dan tari kesenian aceh digunakan sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai dan keyakinan Islam. Hal ini merupakan peran penting bagi masyarakat, tokoh-tokoh sosial, dan pemerintah Aceh.

Menari

Dahulu, tari Aceh merupakan bagian dari ritual keagamaan. Namun, saat ini, tari lebih dipandang sebagai praktik budaya dibandingkan praktik keagamaan. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim sosio-religius dan politik yang mengharuskan adanya pergeseran peran seni pertunjukan. Dua insiden yang terjadi selama saya melakukan penelitian lapangan merupakan contoh pergeseran ini. Yang pertama melibatkan sepasang penari lawan jenis yang tampil dalam jarak fisik yang dekat di atas panggung pada festival seni yang disponsori oleh pemerintah kota.

Contoh lainnya adalah tari Ranup Lampuan, sebuah tari ikonik khas Aceh yang menggambarkan ekspresi ramah yang identik dengan sifat “rumeh muka” masyarakat Aceh dalam menyambut tamu. Ekspresi nonverbal dari tarian ini dilengkapi dengan penggunaan pakaian warna-warni dengan kain songket yang serasi, yang menyampaikan rasa kekayaan dan identitas budaya. Selain itu, penari menggunakan perkusi tubuh—bertepuk tangan dan memukul paha, bahu, dan dada—untuk menciptakan efek pendengaran yang memukau.

Agama

Rapa’i adalah suatu pembangkit musik tradisional kebudayaan Aceh. Diselenggarakan semalam oleh masyarakat meunasyah, rapa’i biasanya dipakai pada acara-acara kunjungan, saja dan jagaan dalam persembahan agama Islam.

Media Center, Kamis (07/09) – Sebuah tradisi kesenian dibuat oleh keluarga masyarakat rukon di Parongpong, Kecamatan Dasuk, Aceh telah terlestarikan oleh salah satu pengamat sejarah. Tradisi ini tetap mengenakan celana Cekak Musang, yang mempunyai kuat longgar dan panjang yang sangat bersambung dengan nilai-nilai melayu dan Islam.

Kesenian tradisional tersebut adalah bagian dari kerjasama antara BPNB Aceh, masyarakat dan rekaman seni. Kesenian tradisional ini membawa pembangkit kesenian agama terlebih, mendukung kesenian kecuali menerima uang dari negara yang tidak memperlihatkan keberkatan budaya. Sebagai fakta, ketertuhan secara internasional telah dibunuh oleh pembangunan kesenian tradisional ini.